Mengenai Saya

23 Desember 2008

MAHASISWA PROFESI NERS STIKES KENDAL MEMBERI PENKES DI RUANG MAWAR BP RSUD KRATON PEKALONGAN

Pada stase anak Mahasiswa Profesi Ners Kelompok 6 STIKes Kendal tengah memberi pendidikan kesehatan di ruang mawar BP RSUD Kraton Pekalongan. Dengan diberikannya pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarganya diharapkan pengetahuannya dapat bertambah. Penkes tersebut disambut senang oleh keluarga pasien yang sedang menunggui anaknya. Keluarga klien juga diperkenankan untuk bertanya tentang materi yang disampaikan.

TERAPI BERMAIN UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH

Bermain adalah salah satu aktifitas yang paling menyenangkan, kesenangan akan bermain selalu ada pada setiap orang tanpa memandang usia baik tua maupun muda. Siapapun bisa bermain dengan fasilitas dan alat sederhana ataupun dengan alat yang komplit dan lengkap. Fertobhades (2006, 1) mengemukakan bermain merupakan upaya manusia untuk mengeluarkan ekspresi dalam dirinya dengan cara membuat dirinya senang dan nyaman.

Bermain diyakini mampu untuk menghilangkan berbagai batasan, hambatan dalam diri, stress, frustasi, bahkan dapat dipakai untuk terapi dalam bentuk terapi bermain. Terapi bermain digunakan bagi anak yang mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan. Nurjaman (2006, 4) mengemukakan setelah melewati usia balita, anak yang sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama. Sebaliknya kalau anak kurang diajak bermain, anak akan kurang memiliki stimulasi, menjadi seperti ditelantarkan, kurang peka terhadap sekitarnya, sulit percaya pada orang lain, dan suka curiga kalau memasuki lingkungan baru.

Sakit merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak. Reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan rumah sakit adalah dalam bentuk kecemasan, stress, dan perubahan perilaku. Reaksi anak pra sekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit adalah dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa, dan regresi (Wong, 2003: 334 - 335). Sikap regresi merupakan fenomena yang umum terjadi pada anak yang menjalani rawat inap. Sikap regresi pada kasus yang lebih ringan muncul dalam bentuk menangis, bersandar pada ibu, menghisap jari, serta yang lebih berat anak bisa menolak makan.

Perawat memegang posisi kunci untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anaknya dirumah sakit karena perawat berada disamping pasien selama 24 jam. Fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan stressor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis pada anak anggota keluarga dan mempersiapkan anak sebelum dirawat di rumah sakit. Salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak adalah dengan memberikan terapi bermain. Terapi bermain dapat dilakukan sebelum melakukan prosedur pada anak, hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa tegang dan emosi yang dirasakan anak selama prosedur. Menggambar merupakan salah satu permainan yang memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik. Dengan menggambar anak dapat mengekspresikan perasaannya, ini berarti menggambar bagi anak merupakan suatu cara untuk berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata (Suparto, 2003, 4).

22 Desember 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BRONCHOPNEUMONI


A. KONSEP DASAR

1. 1. Pengertian

Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing.

2. Etiologi

Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.

Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.

Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

3. Fatofisiologi

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses.

4. Manifestasi klinis

Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.

Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.

  1. Pemeriksaan penunjang

1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.

2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000 – 40.000 / m dengan pergeseran LED meninggi.

3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

  1. Penatalaksanaan

Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.

Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :

    1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
    2. Simptomatik terhadap batuk.
    3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
    4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
    5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.

7. Komplikasi

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.

b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.

c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.

d. Infeksi sitemik

e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

  1. Tumbuh kembang anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.

Perkembangan menitikberatkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1. Loncat tali

2. Badminton

3. Memukul

4. Motorik kasar dibawah kendali kognitif dan secara bertahap meningkatkan irama dan kehalusan.

b. Motorik halus

1. Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2. Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.

c. Kognitif

1. Dapat berfokus pada lebih dari satu asfek dan situasi

2. Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah

3. Dapat membalikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal

4. Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1. Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2. Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan

3. Menggunakan bahasa sebagai alat komuniukasi verbal

4. Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

7. Dampak hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.

Penyebab anak stress meliputi ;

1. Psikososial

Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran

2. Fisiologis

Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri

3. Lingkungan asing

Kebiasaan sehari-hari berubah

4. Pemberian obat kimia

Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)

1. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya

2. Dapat mengekpresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri

3. Selalu ingin tahu alasan tindakan

4. Berusaha independen dan produktif

Reaksi orang tua

1. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak

2. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan

1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.

2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.

3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.

4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan

5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis

b. Pemeriksaan fisik

1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung

2) Auskultasi paru ronchi basah

3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal

4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)

c. Factor fsikologis / perkembangan memahami tindakan

1) Usia tingkat perkembangan

2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan

3) Koping

4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua

5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

d. Pengetahuan keluarga / orang tua

1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan

2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan

3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

2. Diagnosa keperawatan

1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.

4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.

5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.

7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi

3. Intervensi

Diagnosa 1

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.

KH : sekret dapat keluar.

Rencana tindakan :

1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.

2. Lakukan suction sesuai indikasi.

3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam

4. Ciptakan lingkungan / nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang

5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien

6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan

7. Lakukan perkusi dada

8. Sediakan sputum untuk kultur / test sensitifitas

Diagnosa 2

Tujuan : pertujaran gas kembali normal.

KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat

Rencana tindakan :

1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis

2. Beri posisi fowler sesuai program / semi fowler

3. Beri oksigen sesuai program

4. Monitor AGD

5. Ciprtakan lingkungan yang nyaman

6. Cegah terjadinya kelelahan

Diagnosa 3.

Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal

KH : Tanda dehidrasi tidak ada.

Rencana tindakan :

1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan)

2. Anjurkan ibu untuk tetap memberikan cairan peroral

3. Monitor keseimbangan cairan , membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.

4. Pertahankan keakuratan tetesan infus

5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)

Diagnosa 4.

Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.

KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi..

Rencana tindakan :

1. Kaji status nutrisi klien

2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)

3. Timbang BB klien setiap hari.

4. Kaji adanya mual dan muntah

5. Berikan diet sedikit tapi sering

6. Berikan makanan dalam keadaan hangat

7. kolaborasi dengan tim gizi

Diagnosa 5

Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang

Rencana tindakan :

1. Observasi tanda-tanda vital

2. Berikandan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak

3. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan

4. Berikan minum per oral

5. Ganti pakaian yang basah oleh keringat

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.

Diagnosa 6

Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.

Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya

2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien

3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai

4. Tekankan perlunya melindungi anak.

5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.

6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya

Diagnosa 7

Tujuan : Cemas anak hilang

KH : Klien dapat tenang, cemas hilang, rasa nyaman terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan

Rencana tindakan :

1. Kaji tingkat kecemasan klien

2. Dorong ibu / keluarga klien mensufort anaknya dengan cara ibu selalu didekat klien.

3. Fasilitasi rasa nyaman dengan cara ibu berperan serta merawat anaknya

4. Lakukan kunjungan, kontak dengan klien

5. Anjurkan keluarga yang lain mengunjungi klien

6. Berikan mainan sesuai kesukaan klien dirumah

4. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :

a. Pertukaran gas normal.

b. Bersihan jalan napas kembali efektif

c. Intake dan output seimbang

d. Intake nutrisi adekuat

e. Suhu tubuh dalam batas normal

f. Pengetahuan keluarga meningkat

g. Cemas teratasi

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ASMA BRONKIALE

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

ASMA BRONCHIALE



  1. PENGERTIAN

Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi karena spasme bdonkus disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya alergen, infeksi, latihan. Spasme bronkus meliputi konstriksi otot polos, edema mukosa dan mukus berlebihan dengan perlengketan di jalan nafas pada tahap lanjut. (Hudak, 1997 : 565)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

( Smeltzer, 2002 : 611)

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)


PENYEBAB

  1. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)

  • Reaksi antigen-antibodi

  • Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)

  1. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)

  • Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal

  • Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur

  • Iritan : kimia

  • Polusi udara : CO, asap rokok, parfum

  • Emosional : takut, cemas dan tegang

  • Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

(Suriadi, 2001 : 7)


TANDA DAN GEJALA

  1. Stadium dini

Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

  1. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

  2. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

  3. Whezing belum ada

  4. Belum ada kelainan bentuk thorak

  5. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

  6. BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

  1. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

  2. Whezing

  3. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

  4. Penurunan tekanan parsial O2

  5. Stadium lanjut/kronik

  6. Batuk, ronchi

  7. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan

  8. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

  9. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)

  10. Thorak seperti barel chest

  11. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

  12. Sianosis

  13. BGA Pa O2 kurang dari 80%

  14. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri

  15. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)


  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  2. Spirometri (Tidal volume, kapasitas vital)

  3. Pemeriksaan sputum dan pemeriksaan eosinofil total (biasanya meningkat dalam darah dan sputum.

  4. Pemeriksaan alergi (Radioallergosorbent Test : RAST) : uji kulit, kadar Ig E total dan Ig E specifik dalam sputum

  5. Foto thorak

  6. AGD

PENGKAJIAN

Pengkajian Primer

  1. Airway

Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot –otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot interkosta)

  1. Breathing

Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi

  1. Circulation

Hipotensi, diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm


Pengkajian Sekunder

  1. Riwayat penyakit sekarang

Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan

  1. Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas

  1. Riwayat perawatan keluarga

Adakah riwayat penyakit asma pada keluarga

  1. Riwayat sosial ekonomi

Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki, dan tingkat stressor.






DIAGNOSA KEPERAWATAN (Tucker S. Martin, 1998 hal 242-243)

  1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b. d bronkospasme dan sekresi kental berlebihan

Tujuan: pasien mempertahankan jalan nafas paten

KriteriaHasil :

Bunyi nafas bersih

Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal

  1. Tak ada dispnea

Intervensi:

  • Kaji sputum terhadap warna, kekentalan dan jumlah

  • Ausultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan misalnya: mengi, krekels, dan ronchi

  • Kaji kualitas dan kecepatan pernafasan

  • Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernapasan, penggunan otot bantu

  • Beri klien posisi pada ketinggian yang nyaman dan mengoptimalkan pernafasan : tinggikan kepala tempat tidur 60 – 90 derajat, sokong punggung dengan bantal

  • Berikan oksigen aliran rendah dengan kateter sesuai pesanan

  • Pertahankan/ bantu batuk efektif dan bantu untuk fisioterapi dada

  • Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan air hangat

  • Berikan obat : epinefrin, aminofilin, antihistamin, ekspektoran, kortikosteroid adrenal

  • Nebulisasi isoproterenol atau kromolin


  1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut

Tujuan: pasien mempertahankan pola nafas efektif

Kriteria hasil:

  • Sesak berkurang atau hilang, RR 18-24x/menit

  • Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan

  • Tidak ada retraksi otot pernapasan


Intervensi:

  • Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan

  • Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas darah arteri

  • Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada

  • Berikan terapi oksigen sesuai pesanan

  • Pertahankan patensi jalan nafas

  • Berikan obat sesuai pesanan


  1. Cemas b.d krisis situasi, kesulitan bernafas, takut serangan ulang

Tujuan : rasa cemas klien menjadi berkurang sampai hilang

KH:

  • Klien tampak rileks

  • Mengungkapkan perasaan cemas berkurang

  • Tanda – tanda vital normal

Intervensi;

  • Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat)

  • Ukur tanda-tanda vital

  • Berikan dukungan emosional

  • Implementasikan teknik relaksasi : petunjuk imajinasi, relaksasi otot

  • Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan dan pengobatannya

  • Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas panjang)

  • Menganjurkan klien untuk istirahat








DAFTAR PUSTAKA

  1. Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001

  2. Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998

  3. Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001

  4. Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000

  5. Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002

  6. Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997